2020

Peringatan Maulid Nabi adalah tradisi untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kata Maulid sama artinya dengan Milad yang diambil dari bahasa arab yang berarti “hari lahir”. Peringatan kelahiran Nabi ternyata bukanlah tradisi yang ada ketika Nabi sendiri masih hidup. Perayaan atau peringatan ini berkembang luas dalam masyarakat diberbagai negara termasuk Indonesia jauh setelah Nabi wafat.

Hampir bisa dipastikan peringatan Maulid Nabi yang sering kita lihat dizaman ini, tidak pernah ada dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Lalu seperti apa sejarah dimulainya peringatan Maulid Nabi ini ?

Peringatan maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh seorang raja Irbil (wilayah Irak -saat ini-) yang bernama Syekh Mudzaffarudin al-Kaukabri sekitar abad ke-7 Hijriyah dalam rangka menyemangati dan meneladani para pemuda pada saat itu tentang sosok Nabi Muhammad SAW.

Peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW merupakan hal yang sudah lazim bagi orang Indonesia dengan sebutan Maulid Nabi. Dengan dilaksanakannya berbagai kegiatan demi menghormati kelahiran Sang Pemimpin umat akhir zaman. Seperti yang sudah sering dilakukan oleh masyarakat yaitu dengan adanya kegiatan pembacaan Maulid Nabi dimulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 12 Robi’ul Awal, banyak juga pengajian-pengajian dengan tema “Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW” di berbagai daerah, kota maupun pelosok desa.

Nabi Muhammad SAW sendiri dilahirkan pada hari Senin, 12 Robi’ul Awal tahun Gajah, atau bertepatan dengan 20 April 571 M. Dimana waktu terjadi suatu peristiwa yang sudah termaktub dalam Surat Al Fiil. Bahkan kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah disebutkan oleh Nabi-nabi sebelumnya, bahwa akan ada Nabi terakhir yang terlahir sebagai rahmat untuk alam semesta رحمة للعالمين .

Dalam kitab كتاب الديبعي disebutkan bahawa :

إن قريشا كانت نورا بين يدي الله عز وجل قبل أن يخلق آدم بألفي عام يسبح الله ذلك النور وتسبح الملائكة بتسبيحه

Maulid Nabi saat ini sudah menjadi tradisi yang baik dan rutinitas masyarakat Indonesia, baik perkotaan maupun pedesaan.

Di dalam Al Qur’an Allah SWT menyebutkan bahwa Rasulullah SAW adalah contoh dan suri tauladan yang baik bagi umat manusia.

لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah SWT dan hari akhir serta senantiasa berdzikir kepada Allah SWT. (al Ahzab : 21)

Rasulullah SAW dilahirkan ke dunia ini tidak hanya mengubah keyakinan kejahiliahan bangsa Arab saat sebagai penyembah berhala, tapi Rasulullah SAW juga mengubah berbagai hal yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam.

Rasulullah SAW begitu gigih memperjuangkan perubahan tatanan social, hokum dan budaya untuk kesejahteraan dan keadilan bagi semua umat manusia. Namun dalam perjuangan Rasulullah SAW selalu mengedepankan keluhuran tata krama, sehingga Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang relative singkat.

Yang demikian itu adalah contoh dari Rasulullah SAW, bahwa dalam berdakwah kita harus berjuang untuk mengubah pola kehidupan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tentunya dengan budi pekerti yang baik, sehingga dakwah kita mudah diterima oleh masyarakat.

Dalam kehiduan berkeluarga Rasulullah SAW juga memberi contoh, bagaimana Beliau begitu menyayangi dan menghormati istri-istrinya. Sebagai pemimpin umat islam saat itu, Beliau tidak pernah gengsi untuk membantu pekerjaan istrinya di rumah. Rasulullah SAW juga bukan tipe orang yang suka merepotkan orang lain. Apa yang bias dilakukannya sendiri, Beliau lakukan sendiri.

Ditulis oleh : M. Abror, Naviatun Nisa, Nur Fadilah (Santri MDW Ponpes Al Ishlah Assalafiyah Luwungragi)

Bismillah al-Rahman al-Rahiim

Al-Hamdulillah Wa Syukrulillah, puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT, dengan Berkah dan Rahmat-Nya lah saya dapat menyajikan untaian kata-kata yang mengalir dari tajamnya mata pena. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada baginda yang mulya, Samudera keutamaan, Bahtera pertolongan, Khatamil Anbiya’ wal Mursalin, Nabi Muhammad SAW, Keluarga, Shahabat, serta para pengikut-Nya yang setia.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang tidak akan mampu diukur dengan dalamnya lautan kepada segenap “Murabbi al-Ruuh” yang telah mengorbankan waktunya untuk menerangi kegelapan, Khususnya kepada Romo KH. Achmad Syifa Cholil (Pengasuh Pon-pes Al-Ishlah Assalafiyah), Baarakallah Lahum wa Thowwala ‘Umrahum, Amiin. Dan kepada pembaca kami mohon keikhlasannya untuk memberi saran dan tidak segan-segan mengkritik apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ini.

Tulisan ini tersaji tidaklah tanpa alasan, tapi karena mengiblat pada firman Allah Ta’alaa dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah yang artinya wallahu a’lam bimuraadih: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah ayat 31)

Telah maklum adanya, bahwa dalam setiap segi kehidupan, semenjak Manusia pertama yaitu Abu Al-Basyar (Nabiyullah Adam AS) sampai pada saat dimana genderang akhir zaman di bunyikan, tidak akan pernah lepas dari koridor keilmuan. Bahkan posisi kita (Santri) sebagai sumber integrasi keilmuan dituntut untuk tidak hanya menitik beratkan satu fan ilmu saja dan menganak tirikan segi-segi ilmu yang lain, tapi lebih dari itu kita harus bisa mengarungi lautan pengetahuan sebagai bentuk keseimbangan dalam menapaki lurus terjalnya kehidupan, serta mampu untuk memaknai dan menterjemahkannya. Seperti keterangan dalam sebuah Hadits: “Barang siapa menghendaki kebahagiaan dunia maka harus dengan ilmu, menghendaki kebahagiaan Akhirat harus dengan ilmu, menghendaki kebahagiaan didalam keduanya juga harus dengan ilmu”.

Hadits diatas, secara tekstual sudah jelas, bahwa dimanapun sebuah kehidupan berlangsung, maka kebahagiaan tidak akan bisa diraih kecuali dengan melek ilmu pengetahuan. Melihat dari segi lafadz, seperti yang telah diterangkan oleh ba’dhu al-Ahkam dalam kitab Durrah Al-Nashihin, bahwa lafadz ILMU itu terdiri dari tiga huruf pokok, yaitu ‘Ain, Lam, dan Mim.

1.      ‘Ain : Huruf ‘ain timbul dari lafadz “Illiyyin yang berarti Keluhuran.

Dapat diambil pemahaman, dengan ilmu manusia akan mencapai derajat yang tinggi. Seperti janji Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujaadalah: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

2.      Lam : Huruf Lam diambil dari lafadz al-Luthfu, yang berarti lemah lembut.

Dengan kata lain, ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas untuk dikenal, dinikahi, dan kemudian disetubuhi, tapi juga untuk menopang manusia agar berjiwa “Akhlaq Al-Karimah”, sehingga tidak mudah terkontaminasi oleh arus ke-Modernan yang tidak sesuai dengan tatanan syari’at, sebagai upaya untuk dapat melepaskan diri dari istilah “memperkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan”.

3.      Mim : Huruf Mim yang dirujuk dari lafadz Al-Mulk yang bermakna kekuasaan.

Dengan disiplin ilmu pengetahuan, manusia akan memperoleh kekuasaan, seperti keterangan dalam sebuah hadits yang mengisahkan tentang pilihan Nabiyullah Sulaiman AS. Dengan ilmu pengetahuanlah kemudian Allah menganugerahkan kepadanya kekuasaan.

Dilihat dari lahirnya, secara tidak langsung lafadz ILMU telah memberikan sebuah pemahaman kepada kita, bahwa setiap huruf dari satuan lafadz tersebut tidak boleh dicerai beraikan guna untuk mencapai tiga kriteria yang dimaksud. Sebab apabila salah satu dari ‘Ain, Lam, dan Mim ada yang hilang atau dihilangkan, maka akan menimbulkan ketimpangan bahkan menjadi boomerang yang mengancam diri sendiri. Tanpa ‘Ain manusia akan terjerumus pada posisi terendah bahkan terhina, tanpa Lam manusia akan dengan sekarepe dewe dalam menjalani dan memaknai kehidupan, (yang dalam kenyataannya memang sudah banyak terjadi yang demikian), dan tanpa Mim manusia tidak akan sanggup memimpin sekalipun untuk memimpin diri sendiri, bukankah setiap individu dari kita adalah pemimpin? “Kullukum Ra’in wa-Kullukum Mas’ulun ‘An Ra’iyyatih”. Begitu juga dalam disiplin keilmuan, kita tidak boleh memisahkan antara keilmuan dunia (umum), dan keilmuan yang berbasis agama (akhirat), demi terciptanya kebahagiaan di setiap sisi kehidupan (Dunia dan Akhirat).

Seperti yang pernah saya dengar dari pengendikane Romo KH. Achmad Syifa Cholil, Beliau menjelaskan, bahwa mencari ilmu itu sama seperti orang yang sedang menjala ikan, kalau kita mau menebar jala selebar-lebarnya, pastilah akan kita dapat beberapa macam benda, tidak hanya ikan tapi apa saja yang masuk dalam kepungan jala, seperti sampah, pasir, kotoran, Dll, setelah itu tugas kita sebagai manusia yang berakal adalah memilahnya. Menjala adalah sebuah ibarat bagi manusia yang mampu mengepakkan sayap untuk menjelajahi angkasa keilmuan, dan apa saja yang masuk pada kepungan jala itu adalah sebuah gambaran daripada ilmu pengetahuan. Walaupun pada hakikatnya ikan (ilmu agama) adalah tujuan kita untuk menuju kebahagiaan yang hakiki, yaitu sebuah pengetahuan yang dapat mengantarkan kita pada ridha Allah SWT, tapi kita mempunyai prosedur dalam dan untuk hidup bersosial. Sebab (disadari atau tidak) ada kesalahan yang kita lakukan, seolah-olah ilmu pengetahuan yang kita gunakan untuk menerangkan agama. Ini satu pemikiran yang terbalik, sebab agamalah yang seharusnya menerangkan ilmu pengetahuan. Ini tidak berarti bahwa agama sama sekali tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, dalam kaitan ini kita harus berhati-hati jangan sampai timbul anggapan bahwa Al-Qur’an benar karena sesuai dengan ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana kita yakin bahwa ilmu pengetahuan benar karena sesuai dengan Al-Qur’an (Al-Qur’an Huwa Al-Hall) “Alqur’an adalah Solusi”.

Sama halnya seperti yang dijelaskan oleh Kyai Hasanuddin (Klampok Brebes). “Mencari ilmu itu seperti halnya kita hendak menangkap anak ayam, kalau yang kita tangkap langsung anak ayamnya maka pastilah induknya akan menyerang kita, tapi kalau yang ditangkap induk ayamnya terlebih dulu maka tidak hanya anak ayam akan kita dapat, bahkan pejantan ayampun (jago) akan bisa kita raih”.

Ungkapan dari kedua ulama diatas, adalah sebuah metode dalam pengembaraan mencari jati diri ilmu pengetahuan untuk mewujudkan sebuah kongklusi yang sama yaitu ilmu pengetahuan yang berbasis agama dengan tidak mengesampingkan segi keilmuan lainnya, sehingga dengan pentingnya keseimbangan dalam menapaki kehidupan dunia dan akhirat, maka pantaslah Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya :

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qoshosh : 77).

Hidup di era sekarang, yang banyak dikatakan sebagai zaman Jahiliyah modern, kita (santri) sebagai sumber integrasi keilmuan harus mampu menghindar dan menangkis segala fenomena negative agar selamat dari perangkap ungkapan tersebut, tidak lain dan tidak bukan dengan cara memperdalam serta mengembangkan segi-segi ilmu pengetahuan, dengan harapan dapat menjawab tantangan yang dihadapkan secara lebih memuaskan demi mengulang kembali kegelimangan peradaban islam seperti yang pernah terjadi dizaman abad pertengahan, seperti keterangan dari Syeikh Al-‘Alim Al-Haaj Muammar Chalil Lc (Pembina Ponpes Al-Ishlah Assalafiyah), Beliau menjelaskan, bahwa setengah dari sifatnya ilmu adalah berkembang (Min Shifatil ‘Ilmi An-Numuww). Kalau kita tidak pandai dalam mengatur menu kehidupan, maka kita akan tergilas oleh ganasnya perputaran roda zaman, yang akhirnya menimbulkan efek yang buruk yang tidak hanya kita, tapi orang lain juga terkena imbasnya. Seperti contoh, dengan kemajuan teknologi kalau kita tidak mampu mengendalikannya, maka yang akan terjadi adalah sebaliknya, teknologilah yang akan mencemooh dan merendahkan kita, dan juga orang-orang di sekeliling kita. Maka dari itu, sedini mungkin kita harus menebar benih-benih pengetahuan kemudian memupuknya sehingga berkembang demi mendapatkan buah yang di inginkan, yaitu kehidupan (kebahagiaan) Dunia Akhirat.

Ustadz Hasanuri (Kertasari Brebes) menjelaskan, menilik pada ilmu sosiologi, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan juga berkaitan dengan tiga teori, yaitu GENETISME, EMPIRISME, dan KONVERGENSI.

Yang pertama yaitu teori Genetisme yang berarti Keturunan.

Diterangkan dalam sebuah Hadits: “Setiap bayi yang lahirkan itu fitrah (suci), kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan bayi tersebut Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. Yang dimaksud dengan fitrah disini bukan sekedar bersih dari noda, tapi dilengkapi dengan potensi kodrati, yang dengan potensi inilah manusia diberi kepercayaan untuk memerankan fungsi ketauhidan di muka bumi. Dalam hal ini (Ilmu pengetahuan), adanya keturunan yang baik sangatlah penting dan wajib untuk dijaga kelestariannya, sebab didalam lingkaran ini sangatlah mempunyai peran penting dalam kehidupan jangka panjang. Seperti yang di jelaskan oleh Al-Mukarram KH. Subhan Ma’mun (Pengasuh Ponpes Assalafiyah), bahwasanya Nabi Musa adalah putra dari orang Shalih, sehingga di berilah Dia kedudukan oleh Allah SWT, walaupun pendidikan yang diterimanya datang dari raja yang lalim (Fir’aun).

Melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini, sungguh sangat menyayat dan memprihatinkan, karena sedikit sekali yang memperhatikan adanya faktor keturunan yang baik, malah adanya ungkapan yang bersumber dari Walisanga yaitu MOLIMO (Zina, Judi, Mencuri, Dll) pada zaman modern ini sudah menjadi pemandangan jamak, dari sinilah Santri sebagai sumber keilmuan dituntut untuk tidak hanya melihat yang terjadi disekelilingnya (Pesantren) saja, tapi supaya membuka mata lebar-lebar agar dapat memahami ada apa dan kenapa di luar sana, bukan untuk memata-matai atau menjadi satpam bagi orang lain, tapi untuk mengambil I’tibar agar dapat mengkaji lebih dalam kenyataan yang terjadi, Santri adalah intelektual muslim yang harus bisa menari walaupun dalam kepungan badai sekalipun, bukan sebagai duri yang tumbuh diantara tangkai-tangkai mawar. Keturunan adalah sebuah konsep pribadi yang dapat mendorong manusia menjadi manusia yang sesungguhnya (al-insan al-kamil), berangkat dari sinilah kewajiban menjaga keturunan (Hifdz Al-Nasb) yang baik menjadi salah satu kewajiban, yang mana juga termasuk dari sebagian tujuan Syari’at (Maqashid Al-Syari’ah).

Yang ke-Dua yaitu Teori Empirisme.

Adalah usaha berdasarkan akal fikiran, seperti keterangan dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar”. Pada hakikatnya segala interaksi yang kita lakukan adalah atas kehendak Allah, akan tetapi Allah telah menciptakan akal fikiran supaya manusia dapat berfikir sebagai bentuk ikhtiar, jelas sekali bahwa adanya akal fikiran adalah satu unsur untuk menghasilkan sebuah pemahaman, baik memahami ayat yang tertulis (Alqur’an) ataupun yang tidak tertulis (Alam). Sebab untuk mendapatkan produk hukum harus dengan penelitian, penelitian sungguh tidak akan terbayarkan apabila menafikan akal fikiran. Fikiran adalah satu tanda yang spesifik untuk membedakan antara manusia dan lainnya, (Al-Insan Hayawan Al-Natiq) manusia adalah hewan yang mampu berfikir. Seperti yang pernah saya lihat pada acara Dialog interaktif tentang hukum islam di salah satu stasiun televisi, yang mana sang Narasumber didalam menjawab setiap pertanyaan selalu menggunakan Laptop, yang muncul dalam benak saya, apakah ketika Laptop tersebut lowbat (mati) sang narasumber masih bisa menjawab setiap pertanyaan yang diajukan? Kejadian seperti inilah yang akhirnya menimbulkan sebuah ungkapan bahwa memori manusia telah tergantikan oleh memori yang tertanam dalam sebuah alat (laptop misalnya) sehingga dengan sendirinya akal fikiran yang sehat tidak lagi menjadi keputusan akhir, tapi akan hanya  menjadi sebuah batu loncatan. Ini adalah tantangan zaman yang perlu kita (santri) waspadai, sebab kalau kita tidak pandai dalam mengatur langkah kehidupan, maka bukan kita yang menguasai zaman, akan tetapi zamanlah yang akan dengan leluasa menjajah kita (seperti yang banyak terjadi sekarang ini), bagaimana langkah kita selanjutnya setelah melihat kenyataan yang ada, apakah akan tenguk-tenguk saja? Bukankah Islam adalah agama yang sesuai dengan situasi dan kondisi ?

Dan yang ke-Tiga adalah teori Konvergensi.

Adalah menggabungkan antara kedua teori diatas (Genetisme dan Empirisme) demi menghasilkan konklusi yang baik. Keturunan yang baik tanpa dilandasi akal pikiran yang sehat itu tidak jauh dari  definisi kumprung (gila), Fikiran yang sehat tanpa didasari nasab yang baik akan menimbulkan peran Negatif pada akhirnya, seperti kisah dari perjalanan Musa Al-Samiriy, Dia adalah anak yang terlantar yang lahir dari rahim seorang pelacur, yang kemudian dipungut oleh malaikat dan di ajarkan kepadanya tentang ilmu pengetahuan, dikarenakan nasab yang tidak baik, maka Dia (Musa Al-Samiriy) memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan. Sungguh jelas letak pentingnya keseimbangan dalam menyelami metode pembelajaran demi terciptanya kestabilitasan hidup yang lebih baik, Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mau merubahnya sendiri”.

Keseimbangan dalam mengarungi lautan ilmu pengetahuan, adalah sebagai langkah awal untuk menuju kebahagiaan, seperti halnya hukum Newton, contoh kecil: tukang becak apabila becaknya penuh dengan muatan maka akan terasa berat apabila langsung mengayuhnya, tapi kalau diawali dengan didorong dulu misalnya, maka akan terasa mudah dan ringan. Begitu juga untuk mengatur langkah menuju kejayaan “seperti yang terjadi pada abad pertengahan”, harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang kokoh guna menopang dari berbagai macam teror kehidupan, dan juga menanam ilmu agama hingga mengakar (kuat) agar supaya tidak terjerumus dalam perangkap ke-Modern-an, dengan begitu cocoklah dengan apa yang sering kita ucapkan dalam do’a “Rabbanaa aatinaa fid Dunya Hasanah (bil-ilmi wal-ibadah)  wafil Akhirati Hasanah (bil-jannah)  waqinaa ‘Adzaban Naar”,

“Wallahu A’lam Bi al-Shawaab”


Oleh : Kang Khafidzin



STRUKTUR KEPENGURUSAN
PONDOK PESANTREN AL ISHLAH ASSALAFIYAH
PUTRI ( KOMPLEK IBNU CHOLIL )
LUWUNGRAGI BULAKAMBA BREBES
==========================================

Pengasuh :  
Nyai Hj. Muawanah Fathoni

Pembina :
1.     Hj. Aniatus Sa’adah
2.     Hj. Putriana Nur Hidayah
3.     Ning Nur Azimah

Ketua :
Fitri Andriani

Wakil ketua :
Nur Fadhillah

Sekretaris :
Mariyatul Qibtiyah

Bendahara :
1.     Kholifatul Jannah
2.     Sarofah
=========================================
Pendidikan :
1.     Nisaul Khusna
2.     Nafiatun Nisa
3.     Roikhatul Jannati

Keamanan :
1.     Nur Hikmah
2.     Nela Yuli Astuti
3.     Hikmatul Laeliyah   

Jama’ah :
1.     Dhea Sabila Riskoh
2.     Putri Amelia Sari

Kebersihan :
1.     Sumyana
2.     Robiatul Adawiyah
3.     Imbaul Asna

Kesehatan :
1.     Nurun Nafillah
2.     Sekhatun

Humas :
1.     Ziadatul Latifah
2..    Nazwatun Nisa
3.      Hikmatul Fitri



STRUKTUR KEPENGURUSAN
PONDOK PESANTREN AL ISHLAH ASSALAFIYAH
LUWUNGRAGI BULAKAMBA BREBES

Pengasuh
Nyai Hj. Muawanah Fathoni

Pembina :   
1.       Hj. Aniatus Sa’adah
2.       Hj. Putriana Nur Hidayah
3.       Ning Nur Azimah

Ketua :
Ani Khoirul Muti’ah

Wakil ketua :
Luthfiana Ulfa

Sekretaris :
Sinta Nuriyah

Bendahara :
1.       Iklima Uzzahro
2.       Millata Khanifa
============================================
Pendidikan :
1.       Silvia Pirdayanti
2.       Enok Meliana
3.       Nur Maya

Keamanan :
1.       Nella Maghfiroh
2.       Rahmawati    

Jama’ah :
Masluhatul Halalah

Jam’iyah :
1.       Dede Kurniasih
2.       Pujianti

Kebersihan :
1.       Anis Sa’adah
2.       Puput Widianti
3.       Manis

Kesehatan :
1.       Ismatul Awaliyah
2.       Miftahul Jannah

Koprasi :
1.       Khasanatun Syafa’ah
2.        Atik Usaroh


SEMANGAT SANTRI

Gejolak rasa yang kian menggelora
Menggelora dan kian membara
Menyatu dalam jiwa
Terpatri erat dalam angan-angan nyata

Kau santri !
Ingatlah !
Diantara aku, engkau dan dia
Mereka dan lainnya
Sama-sama bernaung dibawah rengkuhan do’a
Terpeluk erat dalam misi agama

Kau santi !
Renungkanlah !
Bahwa tuntunan kita baginda muhammad
Beliau sang penerang umat
Tempat segala berkah dan rahmat
Pelindung kita di hari kiamat


 SANTI WATHONIYAH

Santri itu....
Seorang manusia yang di pandang
Rendah dihadapan bangsa
Dengan jiwa yang santuy dalam penampilan
Berjiwa serius dalam pemikiran
Dan ikhlas dalam suatu pekerjaan
Serta sabar dalam menghadapi cobaan

Ketika santri ikut andil dalam partisipasi
Demi tugas yamg mulia dihadapan sang illahi
Terwujudnya suatu keinginan rakyat pribumi
Ulama, kyai bahkan seluruh santri
Mereka rela mati demi mahabbah pada negri
Inilah jiwa-jiwa yang tertanam
Dalam setiap kepribadian dan hati nurani santri

Disaat nusantara sedang di jajah
Disaat itu pula santi ikut dalam menjelajah
Dia memberanikan diri masuk ke seluruh daerah
Hanya untuk mengusir bangsa penjajah
Yang hinggap di wilayah wathoniyah tercinta ini

Hubbul wathon minal iman....
Diselingi dengan do’a kami haturkan
Kehadirat dan ridho sang illahhi kami inginkan
Usaha kami terus kerjakan demi teraihnya suatu keinginan
Walau nyawa kami jadi taruhan
Dalam suatu medan pertempuran.


SANTRI

Oh santri....
Engkaulah penyejuk hati
Engkaulah yang sedang masyarakat nanti-nanti
Engkaulah sang abdi kyai
Dan...Engkaulah harapan penyelamat negri ini

Oh santri...
Betapa hebat dirimu rela jauh dari keluarga
Bahkan kau rela meninggalkan waktu bermainmu
Dengan menyelamatkan bangsa
Kau mampu mengubah kesedihanmu
Keluh kesahmu menjadi canda tawa

Oh santri....
Sangatlah hebat perjuanganmu
Bangun pagi untuk mengantri mandi
Sholat jama’ah menjadi teman sejati
Bahkan.. dalam keadaan mengantukpun kau tetap mengaji
Menggoreskan pena pada setiap lafadnya
Botak... berdiri.. lari...Itulah
Konsekuensi santri yang tidak mengaji


Oh santri....
Amatlah indah kehidupanmu
Setiap hari selalu mengaji
Setiap jam, menit bahkan detik kau lalui
Dengan belajar dan hafalan
Kau kobarkan semangat belajar, ngaji dan hafalan
Supaya kelak menjadi orang benar
Itulah impian santri

Canda tawa bersama kawan
Menjadi obat penenang saat rindu datang
Hanya sebatas foto yang terpampang di pintu lemari
Yang mampu kau pandang sambil air mata berlinang
Merindukan sosok abi dan umi seakan menjadi rintangan
Sosok pahlawan yang mampu membuat bertahan
Untuk mewujudkan impian

Oh santri...
Kehidupan di pondok pesantren amatlah berkesan
Terkadang minum air kran
Makan dengan lauk ikan tak bertulang
Tidur beralaskan tikar
Terasa hidup di hotel berbintang
Itulah kehidupan santri yang penuh dengan hangatnya kebersamaan




Kini adalah hari yang kita nanti-nanti
Tunjukkan prioritas kita pada negeri
Kerahkan segalanya yang kita miliki
Demi keutuhan persatuan NKRI



Kita tidak lagi dianggap lemah
Kita bukan juga insan yang mudah pasrah
Tidak pula yang selalu gelisah
Apalagi lagi dari sebuah amanah




Kobarkan api semangat perjuangan
Tunjukkan bahwa kita yang diunggulkan
Buktikan bahwa kita tidak lagi diremehkan
Dan kembangkan kreativitas yang tak pernah terkalahkan



Kami adalah santri yang haus cita-cita
Yang melangkah dalam pengabdian agama
Dengan sebuah lembaran kuning yang tergoreskan tinta
Demi masa depan yang mulai tampak di mata


Lorem Ipsum adalah contoh teks atau dummy dalam industri percetakan dan penataan huruf atau typesetting. Lorem Ipsum telah menjadi standar contoh teks sejak tahun 1500an, saat seorang tukang cetak yang tidak dikenal mengambil sebuah kumpulan teks dan mengacaknya untuk menjadi sebuah buku contoh huruf. Ia tidak hanya bertahan selama 5 abad, tapi juga telah beralih ke penataan huruf elektronik, tanpa ada perubahan apapun. Ia mulai dipopulerkan pada tahun 1960 dengan diluncurkannya lembaran-lembaran Letraset yang menggunakan kalimat-kalimat dari Lorem Ipsum, dan seiring munculnya perangkat lunak Desktop Publishing seperti Aldus PageMaker juga memiliki versi Lorem Ipsum.

Dari mana asalnya?

Tidak seperti anggapan banyak orang, Lorem Ipsum bukanlah teks-teks yang diacak. Ia berakar dari sebuah naskah sastra latin klasik dari era 45 sebelum masehi, hingga bisa dipastikan usianya telah mencapai lebih dari 2000 tahun. Richard McClintock, seorang professor Bahasa Latin dari Hampden-Sidney College di Virginia, mencoba mencari makna salah satu kata latin yang dianggap paling tidak jelas, yakni consectetur, yang diambil dari salah satu bagian Lorem Ipsum. Setelah ia mencari maknanya di di literatur klasik, ia mendapatkan sebuah sumber yang tidak bisa diragukan. Lorem Ipsum berasal dari bagian 1.10.32 dan 1.10.33 dari naskah "de Finibus Bonorum et Malorum" (Sisi Ekstrim dari Kebaikan dan Kejahatan) karya Cicero, yang ditulis pada tahun 45 sebelum masehi. BUku ini adalah risalah dari teori etika yang sangat terkenal pada masa Renaissance. Baris pertama dari Lorem Ipsum, "Lorem ipsum dolor sit amet..", berasal dari sebuah baris di bagian 1.10.32.
Bagian standar dari teks Lorem Ipsum yang digunakan sejak tahun 1500an kini di reproduksi kembali di bawah ini untuk mereka yang tertarik. Bagian 1.10.32 dan 1.10.33 dari "de Finibus Bonorum et Malorum" karya Cicero juga di reproduksi persis seperti bentuk aslinya, diikuti oleh versi bahasa Inggris yang berasal dari terjemahan tahun 1914 oleh H. Rackham.



JADWAL KEGIATAN
PONDOK PESANTREN AL ISHLAH ASSALAFIYAH
PUTRA


1.        HARIAN
a.    Subuh s/d Dhuhur
-   Sholat Subuh berjamaah di Masjid.
-   Pengajian Al Qur'an untuk santri kelas 1 Dan 2 MDM2. (Pukul, 05.00 – 06.10)
-   Pengajian Iqro untuk santri baru. (Pukul, 05.00 – 06.10)
-   Pengajian Kitab Kuning untuk santri kelas > 3 MDM2. (Pukul, 05.00 – 06.10)
-   Sarapan pagi sebelum berangkat sekolah (MTs, MA)
-   Dilanjut berangkat sekolah MTs, MA. (Pukul, 06.30 – 13.20)
-   Pengajian Kitab Kuning untuk selain santri MTs, MA. (Pukul, 08.00 – 10.00)
b.    Dhuhur s/d Ashar
-   Sholat Dhuhur berjamaah di Aula Pesantren.
-   Makan siang.
-   Istirahat.
c.     Ashar s/d Maghrib
-   Sholat Ashar berjamaah di Aula Pesantren.
-   Pengajian Kitab Pasholatan untuk santri baru. (Pukul, 16.30 – 17.30)
-   Pengajian Kitab untuk santri kelas > l MDM2. (Pukul, 17.00 – 17.30)
-   Makan sore sebelum sholat Maghrib Berjama’ah.
d.    Maghrib s/d Isya
-   Pengajian Iqro bagi santri baru.
-   Pengajian Al Qur’an untuk santri kelas 1 MDM2.
-   Pengajian Kitab untuk santri kelas > 2 MDM2.     
e.     Isya s/d Pukul 22.00
-   Kegiatan Belajar Mengajar MDM2. (Pukul, 20.00 – 21.00)
-   Kegiatan Belajar Mengajar MDW. (Pukul, 20.00 – 21.00)
-   Takror. (Pukul, 21.00 – 22.00)

2.        MINGGUAN
-        Pembacaan Yasin dan Tahlil berjama’ah (ba’da maghrib) setiap malam Jum'at.
-        Pembacaan Maulid Nabi dan Latihan Khitobah (ba’da isya – pukul 22.00) setiap hari Jum'at.
-    Ziarah ke Makam Muassis setiap Jum'at Pagi (ba'da subuh).
-    Lalaran Nadzom setiap malam Selasa (ba'da maghrib).
-           Pengajian Kitab oleh Pengasuh setiap Selasa Pagi (ba’da subuh).

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget